Kamis, 06 November 2014

Pilih KPR Syariah atau Konvensional?




RumahCom - KPR syariah adalah produk yang dikeluarkan oleh bank-bank syariah (Islamic banking). Pada KPR syariah, yang ditransaksikan adalah barang (dalam hal ini rumah) dengan prinsip jual-beli (murabahah). Hal ini tentu berbeda dengan prinsip bank konvensional, dimana yang ditransaksikan adalah uang.
Dalam transaksi tersebut, bank syariah "seolah-olah" membeli rumah yang diinginkan konsumen dan menjualnya kepada konsumen tersebut dengan cara dicicil. Kendati tidak memberlakukan bunga, namun bank syariah juga mengambil margin keuntungan dari harga jual rumah.

Kelebihan dan Kekurangan
 
Tidak seperti bank konvensional yang menerapkan bunga, yang naik-turun mengikuti fluktuasi suku bunga di pasar, bank syariah menerapkan cicilan tetap (fix) hingga akhir masa tenor.
Selain itu, KPR syariah tidak mengenal istilah value of money. Dengan demikian, jika konsumen (debitur) terlambat atau menunggak pembayaran, tidak akan dikenakan denda.
Kendati demikian, KPR syariah memiliki "kekurangan", yaitu masa cicilan (tenor) maksimal hanya delapan tahun, berbeda dengan bank konvensional yang bisa mencapai 15 tahun, bahkan 20 tahun. Lantaran tenornya yang lebih pendek, maka jumlah cicilan per bulannya juga relatif lebih besar dari KPR konvensional.
Sumber: "Jangan Ambil KPR Sekarang"

Kelengkapan Dokumen untuk Penjualan Proyek Perumahan





Penjualan adalah ujung tombak dari semua bisnis, tak terkecuali bisnis property. Proses penjualan produk property seperti perumahan membutuhkan dokumen agar ketika konsumen setuju untuk membeli unit rumah dapat langsung dilakukan jual beli dalam bentuk pengikatan untuk langkah awal.
Kelengkapan dokumen ini bertujuan agar tertib adminstrasi proyek terjaga sehingga mempermudah dalam mengontrol proyek dan manajemen arus kas. Ini sangat penting diperhatikan karena proses penjualan perumahan tidak sama dengan proses penjualan benda bergerak yang dapat langsung ditransaksikan dalam sekali waktu dan suatu tempat saja.
Setelah terjadi penjualan atau konsumen menyatakan setuju untuk membeli unit rumah yang ditawarkan maka sederet langkah turutannya sudah menanti, bahkan kegiatan tambahanpun kadang harus dipenuhi seperti perubahan bentuk rumah, pindah kavling dan sebagainya. Dimana kondisi tersebut harus dinyatakan dalam bentuk perjanjian tertulis seperti perjanjian perubahan bentuk rumah dan perjanjian pindah kavling.
Apapun kegiatan yang akan dilakukan di proyek yang berhubungan dengan konsumen harus dinyatakan dalam perjanjian tertulis sehingga dalam proses serah terima terlihat bahwa produk yang diserahkan sesuai dengan yang sudah diperjanjikan. Sehingga jika terjadi komplain dari konsumen akan sangat mudah kita menanggapinya. Hindari perjanjian yang bersifat lisan karena hal itu berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari. Karena negara kita menganut sistem hukum positif dimana pembuktian harus dengan bukti tertulis.
Nama atau macam dokumen ini tidak baku sehingga kita bisa menamakan dokumen-dokumen tersebut menurut kenyamanan kita. Yang terpenting adalah dokumen-dokumen tersebut memuat segala sesuatu mengenai penjualan rumah, seperti besarnya Uang Tanda Jadi, Besarnya Uang Muka atau Down Payment (DP) dan kapan pembayaran DP tersebut serta bagaimana proses pembayaran selanjutnya.
Jika pembayaran dengan hard cash harus dipastikan kapan pembayaran dilunasi, begitu juga jika pembayaran secara bertahap harus ditetapkan waktu dan besar pembayarannya dan sanksi atau penalty apabila tidak dibayar tepat waktu.
Jika pembayaran dengan KPR, maka harus dicantumkan besarnya DP dan kesiapan berkas KPR dan proses akad kredit.
Dokumen-dokumen tersebut meliputi:
Booking form atau daftar isian pemesanan.
Booking form ini ditandatangani pada saat konsumen menyatakan setuju untuk membeli rumah. Dalam booking form ini tercantum besarnya booking fee, uang muka dan waktu pembayarannya. Dalam booking form ini juga harus memuat data konsumen dan data-data teknis unit rumah yang dipesan, seperti nomor kavling, tipe rumah dan lain-lain.
Booking form ini bisa juga dikatakan sebagai Perjanjian Pendahuluan Jual Beli
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
Nama dari perjanjian ini tidak harus PPJB, yang terpenting adalah dalam perjanjian tersebut memuat identitas developer, identitas konsumen, objek yang diperjanjikan dan lain-lain.
Pasal-pasal perjanjian diantaranya harus memuat:
§  Harga rumah
§  Cara pembayaran rumah, seperti hard cash, bertahap atau KPR
§  Pasal-pasal normatif seperti pembatalan, sanksi-sanksi dan lain-lain
§  Gambar rencana ruman
§  Waktu pembangunan
§  Waktu serah terima
§  Dan hal lain yang dianggap penting
Surat Perintah Pembangunan
Surat perintah pembangunan ini ditujukan kepada bagian pembagunan yang lazim disebut site manager. Dalam surat perintah pembangunan ini juga memuat data-data teknis rumah dan waktu mulai pembangunan serta lamanya pembangunan.
Surat Perintah Kerja (SPK)
Surat Perintah Kerja ditujukan kepada pelaksana atau kontraktor. Hal yang penting ada dalam Surat Perintah Kerja ini adalah spesifikasi teknis, volume dan harga masing-masing item pekerjaan dan atau nilai borongan. Dalam SPK ini juga harus memuat waktu selesainya pekerjaan atau waktu serah terima rumah.
Berita Acara Serah Terima Rumah
Dokumen ini memuat keterangan bahwa rumah sudah selesai dibangun dan setelah dilakukan pengecekan sesuai dengan yang diperjanjikan dalam dokumen-dokumen sebelumnya. Formatnya tidak baku, yang terpenting adalah adanya keterangan bahwa rumah sudah selesai dibangun dan diserahkan kepada developer untuk diserahkan lagi kepada konsumen.
Seluruh berkas-berkas tersebut di atas harus dibuat sesuai dengan banyaknya unit rumah yang dipasarkan. Sehingga catatan history setiap kavling bisa terekam dengan rapi mulai pada saat pembayaran booking fee sampai dengan serah terima.
Item-item tersebut bisa dimodifikasi, ditambah atau dikurangi sesuai dengan kebutuhan.

Kamis, 16 Oktober 2014

Cara Mudah menjadi Flipper Sukses


Flipper, bagi sebagian orang masih merupakan kata yang asing, bagi sebagian lagi menjadi kata yang sering di dengar tanpa memahami maknanya dan bagi sebagian lagi menjadi profesi.

Flipper berasal dari bahasa Inggris, flip yang artinya membalik. Jika diimplementasikan di dalam dunia property, flip berarti membalik transaksi dari kita berposisi sebagai pembeli menjadi penjual dalam rentang waktu yang tidak begitu lama. Orang yang bertransaksi tersebut disebut flipper dan prosesnya dinamakan flipping.

Seorang flipper mengharapkan capital gain dari property yang menjadi objek transaksi.

Dalam prosesnya, transaksi sebagai flipper ini bisa membutuhkan modal besar, bisa juga dengan modal sedikit, bahkan bisa juga tanpa modal, tergantung kejelian dan keberuntungan kita mendapatkan property untuk di-flip.

Tanpa modal bukan berarti tidak perlu uang sama sekali. Tetap membutuhkan uang, tetapi jika dibandingkan dengan potensi uang yang bisa didapatkan jumlah uang tersebut menjadi tidak ada artinya.

Uang yang pasti diperlukan adalah untuk uang tanda jadi atau uang muka, biaya pembuatan surat perjanjian-perjanjian di hadapan notaris, biaya meterai, dan lain-lain. Uang tanda jadi atau down payment (DP) bisa sangat kecil tergantung kesepakatan dengan property owner.

Cara-cara yang umum dilakukan oleh seorang flipper dalam bertransaksi adalah dengan membuat surat Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB), bisa dibuat di bawah tangan, bisa juga berupa notariel akta.

Dalam surat PPJB tersebut dijabarkan subjek, objek dan pasal-pasal yang disepakati bersama. Subjek berupa para pihak yang saling berikatan, objek adalah property tersebut dari segi legalitas seperti yang tercantum dalam sertipikat.

Pasal-pasal dalam perjanjian tersebut harus memuat harga property, besaran DP dan batasan waktu kapan seorang flipper sebagai pembeli harus melunasi pembayaran property tersebut, jangka waktu yang umum dilakukan oleh seorang flipper untuk pelunasan lebih kurang 3 bulan. Dimana menurut pengalaman jangka waktu 3 bulan cukup untuk menjual kembali property tersebut.

Dalam surat PPJB tersebut harus memuat juga sanksi-sanksi jika salah satu pihak wanprestasi. Sanksi tersebut misalnya jika sang flipper tidak dapat melakukan pelunasan dalam jangka waktu seperti tertera dalam perjanjian maka DP yang sudah dibayarkan menjadi sepenuhnya milik owner. Sedangkan sanksi untuk pemilik property berupa kewajibannya untuk mengembalikan 2 kali (misalnya) dari jumlah DP yang diterima, jika ia membatalkan secara sepihak dengan sebab apapun.

Besaran sanksi diatas tergantung kesepakatan kedua belah pihak yang membuat perjanjian, tidak ada aturan baku yang mengaturnya, hanya berdasarkan kenyamanan kedua belah pihak.

Dimana seseorang bisa bermain sebagai flipper?

Ya, pertanyaan yang penting untuk dielaborasi lebih lanjut. Seorang flipper bisa bermain dalam pasal jangka waktu pelunasan dan harga property yang harus dilunasi, dimana ia bisa mencari pembeli baru terhadap property yang sudah mengikat perjanjian dengannya dengan harga yang tentu saja lebih tinggi dari harga yang ia dapatkan dari pemilik.

Jika dalam jangka waktu perjanjian tersebut flipper bisa menemukan pembeli yang bersedia membeli dengan harga yang cocok maka pembeli yang barulah yang melunasi harga jual property tersebut kepada pemilik awal.

Dalam hal ini flipper memperoleh keuntungan dari selisih harga yang dibayarkan oleh pembeli baru dengan harga yang musti dibayarkan kepada property owner.

Ciri-ciri property yang bisa di-flip:

  1. Harga property tersebut di bawah harga pasar, sehingga kita yakin bahwa kita bisa menjual lagi dengan harga yang lebih tinggi dalam waktu singkat. Kita bisa mengetahui harga di bawah pasar jika kita ‘menguasai’ daerah tersebut, atau bertanya kepada property agent, notaris yang ada di lokasi dimana property berada.
  2. Owner bersedia property-nya dijual lagi kepada orang lain, dengan jaminan pembayaran harus lunas sesuai dengan jangka waktu yang ada dalam perjanjian. Kepentingan pemilik property hanyalah pembayaran harus dilunasi pada waktunya. Ia tidak peduli siapa yang melunasi.
  3. Pembayaran oleh pembeli harus hard cash.

Demikian sekelumit mengenai flipper, cara dan ciri-ciri property yang bisa di-flip.

Dari telaahan di atas tantangan terberat pelaku flipper adalah bagaimana menemukan property yang bisa dan cocok di-flip.

Menurut penelitian transaksi besar termasuk flipping terjadi 1 kali dalam seminggu di seluruh dunia, adalah pilihan kita, apakah kita sebagai penonton atau pelaku…

Lokasi Bagus Kalau Tidak Laku ya Jelek


February 16, 2010 by aryodiponegoro



Judul di atas kalau diterusin panjangnya jadi begini, “Lokasi bagus kalau tidak laku ya JELEK. Lokasi jelek kalau laku ya BAGUS”. Kisah seperti ini terjadi dalam dunia bisnis developer properti. Kembali menginspirasi karena beberapa waktu lalu, seorang kawan lama di Cirebon mengajak saya mengunjungi perumahan yang sedang dia bangun.

Kawan saya ini sebut saja IA adalah seorang pemula dalam bisnis ini. Benar-benar baru. Kebetulan ada modal tanah yang sudah dikuasainya sejak lama di kampungnya. Lokasinya dari jalan utama, masih harus memasuki perkampungan (perdesaan) dengan menempuh perjalanan lebih dari 45 menit. Jauh banget.

Awal mulanya saya berpikir, tidak sejauh yang saya bayangkan. Setelah 15 menit, kok berasa semakin ke dalam. Singkat cerita sampailah saya di lokasi. Wow… 88 unit yang direncanakan sudah di booking 50 unit dalam waktu 4 bulan. Berdiri di atas lahan kurang dari 1 ha. IA hanya bekerja sendiri. Arsitek perencanaan, promosi semua di-outsourcekan kepada kawan-kawan dekatnya.

Promosi hanya mengandalkan sign board ukuran 3 x 2 m. Spanduk terpasang adalah potongan dari spanduk promosi rokok. Brosur?? Jangan tanya, belum ada. Pengolahan lahan? Hanya urugan selebar 5 x 10 m untuk akses masuk ke lokasi. Sign board??? Sama sekali tidak ada! “Modalnya berapa nih?”,  saya bertanya. Tidak lebih dari 10 Juta!!! Wah… dahsyat!!! Inspiratif!

Terlepas dari kekurangan yang ada. Seperti percepatan, sistem operasional dan lain-lain. Sesuatu yang belum dimiliki kawan saya saat ini. Namun kawan saya benar-benar menginspirasi bahwa LOKASI “JELEK” KALAU LAKU YA “BAGUS”!

Pesan kawan saya sebelum kami berpisah, “Mas Aryo, saya mau mendobrak pakem yang sekarang gencar ditawarkan oleh para konsultan properti bahwa lokasi, lokasi dan lokasi itu tidak semata-mata penting. Yang paling penting adalah PASAR!”

Mantabs! Luar Biasa! Super Antusias!!!

Dedicated to Mr. IA,  Kawan saya yang sangat inspiratif!

Sabtu, 20 September 2014

Menilai Lahan Yang Layak




Dengan melihat lingkungan sekitar, akan memudahkan kita untuk menilai apakah lokasi yang sedang diincar lebih layak untuk dibangun kawasan seperti apa. Dapat pula dilihat dari beberapa developer yang bermain di lokasi sekitar. Jika memang tidak ada, Anda adalah pioneer dengan resiko kegagalan lebih besar. Namun jika sukses, keuntungan bisa jauh lebih besar.

Harga Dasar Tanah

Harga dasar tanah dapat ditinjau dari beberapa aspek berikut : 1. Harga NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). Dapat dilihat dari SPT PBB (Surat Penetapan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan). 2. Harga Pasar. Harga yang sedang dipasarkan pada saat itu. Dapat diperoleh dari kelurahan, iklan jual tanah, info tetangga, makelar. 3. Harga Kesepakatan. Harga pembelian tanah yang sudah terjadi dalam jangka waktu 1 tahun terakhir ini. Bisa diketahui dari notaris, info tetangga, dll.

Pertimbangan perbankan

Pertimbangan dari perbankan patut diperhatikan. Mengapa? Karena bank sebenarnya memiliki dasar perhitungan penilaian jaminan. Tentu saja dalam rangka kredit. Tapi informasi ini dapat kita gunakan sebagai dasar penentuan segmentasi pasar. Selain hal tersebut, bank juga melakukan kerjasama pembiayaan dengan developer lain yang mungkin berada di lokasi sekitar lokasi yang sedang diincar.

Bentuk Lahan

Bentuk lahan yang tidak beraturan, akan sedikit memberi kesulitan dalam menggambar siteplan, meskipun pada sisi lain kesulitan ini bias menjadi sebuah keunggulan dalam konsep. Bentuk lahan yang relative persegi, akan memberikan efektifitas lahan yang lebih maksimal dibandingkan dengan bentuk yang tidak beraturan. Lahan datar lebih mudah dalam pengelolaan dibandingkan dengan lahan berkontur. Lahan berkontur berbiaya relative lebih besar dibandingkan lahan datar. Namun keunggulan lahan berkontur, biasanya memiliki pemandangan yang indah.

Status

Lahan Sawah, biasanya lebih murah. Namun dalam proses perijinan perlu diajukan ijin pengeringan. Dan pada praktek lapangan, memang harus dikeringkan dan proses2 lainnya seperti scraping, pengurugan dll. Pekarangan, biasanya lebih mahal dibandingkan lahan sawah. Namun pengelolaannya cenderung lebih mudah. Tidak ada lagi pengeringan sepertinya halnya lahan sawah.

Tidak bersertifikat (tanah negara, hak garap). Perlu dilakukan proses sertifikasi. Untuk dapat dilakukan proses perijinan lebih lanjut. Keuntungan lahan tak bersertifikat, kita bisa melakukan negosiasi pembayaran jangka waktu yang lebih panjang dengan alasan membutuhkan waktu untuk proses sertifikasi lahan untuk memastikan luasan lahan yang akan diakusisi. SHM (Sertifikat Hak Milik). Umum dimiliki oleh perseorangan sebagai bukti milik atas lahan. Keuntungannya adalah lebih pasti kepemilikannya dan proses perijinan lebih cepat. HGB (Hak Guna Bangunan). Umumnya dimiliki perusahaan. Bersifat sementara dengan jangka waktu tertentu. Biasanya 25 tahun. Namun dapat ditingkatkan haknya menjadi SHM. Keuntungannya adalah lebih pasti kepemilikannya dan proses perijinan lebih cepat.

Rabu, 06 Agustus 2014

Mengakuisisi Tanah Girik Oleh Developer


Seringkali kita sebagai developer mendapatkan tanah yang menguntungkan untuk dikembangkan jadi proyek perumahan. Lokasi dan kondisi tanah sangat bagus, juga ditunjang oleh harga yang ditawarkan pemilik masih wajar bahkan di bawah harga pasar. Akan tetapi jika kita melihat legalitas tanah tersebut masih dalam kondisi girik. Untuk diketahui tanah dengan status girik adalah tanah bekas hak milik adat yang belum di daftarkan pada Badan Pertanahan Nasional. Jadi girik bukanlah merupakan bukti kepemilikan hak, tetapi hanya merupakan bukti penguasaan atas tanah dan pembayaran pajak atas tanah tersebut.
Langkah-langkah yang harus dilakukan developer berbadan hukum untuk mengakuisisi tanah girik adalah sebagai berikut:
  1. Buat akta pelepasan hak antara pemilik girik dengan PT (Perseroan Terbatas) developer, inti dari akta pelepasan hak adalah bahwa pemilik tanah melepaskan tanah hak milik adat yang dikuasainya ke negara, dengan menerima ganti rugi atas pelapasan hak tersebut. Sedangkan ganti rugi tersebut dibayarkan oleh PT developer kepada pemilik tanah.
  2. PT developer kemudian memohonkan sesuatu hak atas tanah tersebut kepada Kantor BPN setempat, permohonan hak yang diajukan oleh PT developer kepada Kantor BPN akan menghasilkan Sertipikat Hak Guna Bangunan atas nama developer. Persyaratan yang harus dipenuhi ketika mengajukan permohonan hak ke Kantor BPN setempat adalah:
  • Asli seluruh dokumen, termasuk asli girik, asli akta-akta peralihan atau pengoperan
  • Identitas Pemohon, KTP dan KK untuk perseorangan, akta pendirian untuk PT.
  • Surat keterangan riwayat tanah
  • Surat keterangan tidak sengketa
  • Surat penguasaan tanah secara sporadik
Ada kemungkinan karena faktor-faktor tertentu PT developer bisa menangguhkan pembayaran melalui negosiasi dengan pemilik lahan. Pembayaran bertahap disepakati untuk peroses akuisisi.
Untuk mengamankan kedua belah pihak dari situasi yang tidak diinginkan adalah dengan cara sebagai berikut:
  1. Buat akta Pengikatan Jual Beli (PJB) antara pemilih lahan dengan PT developer, dimana dalam akta itu dicantumkan bahwa akta jual beli akan dibuat pada saat sertipikat selesai diurus oleh pemilik lahan. Jadi sertipikat akan terbit dulu ke atas nama pemilik lahan dalam bentuk SHM (Sertipikat Hak MIlik).
  2. Ajukan permohonan perubahan hak ke Kantor Pertanahan setempat, perubahan dari SHM menjadi SHGB (Sertipikat Hak GUna Bangunan) karena menurut UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria, UU No. 5 Tahun 1960), PT tidak diperkenankan untuk memiliki SHM.
  3. Buat akta jual beli berdasarkan akta PJB, diiringi pelunasan pembayaran harga lahan.
  4. Berdasarkan akta jual beli tersebut bisa diajukan balik nama ke BPN.
  5. Setelah sertipikat HGB sudah atas nama PT, maka dilanjutkan dengan pengurusan legalitas proyek

Selamat mencoba..
 
Jasa Pembuatan Siteplan MURAH...
0822 2700 4510

Sabtu, 02 Agustus 2014

Cara Mudah Menilai Tanah yang Cocok untuk Dibangun Townhouse (part 2)


Pada tulisan terdahulu Cara Mudah Menilai Tanah yang Cocok untuk Dibangun Townhouse (part 1), sudah dibahas mengenai tanah yang cocok dan profitable untuk dibangune townhouse. Ya, bentuk lahan dan dimensi lahan sangat menentukan efektifitas penggunaan lahan, dimana ujung-ujungnya berimbas pada minimalisasi harga jual. Dengan harga jual yang kompetitif kemungkinan project sukses dan sold out dengan cepat akan lebih besar.

Jika pembahasan terdahulu mengenai pentingnya kondisi secara fisik, maka yang akan kita urai di bawah ini adalah lebih kepada kondisi lahan secara legalitas dan turutan-turutannya. Adalah hal yang tidak kalah pentingnya kalau kita mengakuisisi lahan yang sudah sertipikat, tidak ditempati oleh orang yang tidak berhak, posisi dan batas-batas tanah yang jelas dan tidak memerlukan biaya tambahan dalam proses akuisisi.

Lahan bersertipikat.

Sertipikat adalah tanda bukti sah kepemilikan tanah yang diakui negara. Pendaftaran sertipikat dilakukan melalui kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Kantor BPN ada di setiap Daerah Tingkat II atau kabupaten atau kota. Untuk memastikan lahan bebas dari sengketa dan atau catatan-catatan lainnya perlu dilakukan pengecekan sertipkat. Sertipkat yang ada di tangan masyarakat adalah berupa salinan yang mana aslinya disimpan di kantor BPN sebagai buku tanah dalam warkah. Pada buku tanah tersebut tercatat semua peristiwa yang mengiringi perjalanan sertipkat tersebut. Jika ada blokir dari seseorang atau pengadilan bahkan dari kepolisian, semua tercatat secara resmi pada buku tanah.

Lahan tidak ditempati oleh orang yang tidak berhak.

Memerlukan effort tambahan jika kita mengakuisisi lahan yang ditempati atau kuasai oleh pihak ketiga. Penting untuk mengetahui history dari penguasaan lahan tersebut. Dengan bertanya kepada tetangga sekitar dan kepada pejabat pemerintah, mulai dari lurah, camat atau bahkan ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) setempat, kita bisa mengetahui status penghuni dan hubungannya dengan pemilik sah.

Batas-batas lahan jelas.

Sangat penting mengetahui dengan jelas batas-batas tanah yang akan diakuisisi. Batas tanah yang tidak jelas bisa menimbulkan masalah di kemudian hari. Pada saat proses pengenalan hendaknya kita sudah melihat secara langsung batas-batas tanah dengan disaksikan oleh pemilik lahan sebelahnya. Batas tanah ini juga penting untuk melihat kesesuaian luas tanah fisik dengan yang tertera di sertipkat. Jika ada perbedaan luas harus dilakukan pengukuran ulang oleh petugas resmi dari BPN. Hasil pengukuran ulang tersebut diketahui oleh tetangga sebelah.

Terbebas dari biaya tambahan.

Biaya tambahan ini muncul karena sebab-sebab yang dijabarkan di atas. Biaya tambahan untuk pengecekan sertipikat, kompensasi penghuni pihak ketiga, juga untuk pengukuran ulang oleh petugas BPN. Perlu dibuat kesepakatan dengan pemilik lahan untuk menentukan siapa yang menanggung biaya-biaya yang dikeluarkan di atas.

Demikian hal yang perlu diperhatikan dalam mengakuisi lahan untuk dibangun peroyek townhouse atau bahkan perumahan dengan skala yang lebih besar. Kehati-hatian, itulah yang ingin ditekankan dalam proses akuisisi lahan.

Karena jika kita sembrono dalam membeli lahan akan berakibat fatal terhadap kelangsungan proyek. Uang yang sudah kita keluarkan untuk membeli lahan bisa saja hilang karena kita asal trabas membeli lahan.

Jika ketepatan kita membeli lahan yang bermasalah, diperlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit untuk menyelesaikannya. Baik penyelesaian secara kekeluargaan ataupun secara hukum di pengadilan. Penyelesaian secara hukum dipengadilan sudah jelas memakan waktu yang lama karena sistem hukum kita menganut sistem upaya hukum bertingkat untuk menyelesaikan sengketa. Upaya tersebut mulai dari tingkat PN (Pengadilan Negeri), Banding di PT (Pengadilan Tinggi), Kasasi di MA (Mahkamah Agung) dan upaya hukum terakhir PK (Peninjauan Kembali). Mengenai upaya hukum ini akan kita bahas tersendiri pada tulisan selanjutnya.

Melelahkan, itulah kata yang bisa kita ucapkan jika kita ada dalam pusaran sengketa…